Menjelaskan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Keberhasilan Kegiatan Pembelajaran, Bahan Ajar dan Evaluasi
Di
Susun Oleh:
Indra
Komarudin (1652100113)
Dosen Pengampuh: Syarnubi, M.Pd.I
PRODI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN FATAH
PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Proses mengajar adalah proses yang dilakukan oleh
seorang guru dalam melaksanakan peranya sebagai pendidik dalam proses kegiatan
belajar mengajar yang direncanakan, untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar
mengajar dapat di katakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan
masing-masing sejalan dengan filsafatnya, namun untuk menyamakan persefsi
sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah di
sempurnakan[1].
Sedangkan strategi belajar mengajar adalah adanya
interaksi belajar mengajar yang di rencanakan secara strategis untuk mencapai
tujuan pendidikan khusus secara tepat guna(efisien) dan berhasil guna(efektif).
Istilah strategis digunakan berdasarkan anggapan bahwa banyak pilihan cara
belajar untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu persoalan ,menyusun dan
merencanakan program belajar mengajar pada hakikatnya adalaha pekerjaan memilih
berbagai alternatif dengan mempertimbangkan berbagai kekuatan dan kelemahannya
untuk mencapai suatu tujuan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Keberhasilan Belajar Mengajar
Belajar adalah aktivitas untuk menerima,
menanggapi dan menganalisa bahan-bahan yang dipelajari. Seseorang dikatakan
belajar apabila ia mengalami proses yang mengakibatkan perubahan tingkah laku.
Menurut Slameto, belajar adalah proses yang dilalui untuk memperoleh perubahan
tingkah laku yang baru, sebagai hasil pengalaman dalam interaksi dengan
lingkungan[2].
Pembelajaran secara sederhana adalah
bagaimana membelajarkan peserta didik, yaitu upaya guru untuk mengorganisir dan
mengkondisikan suatu situasi tertentu sehingga peserta didik termotivasi untuk
belajar. Pendidik bukan satu-satunya sumber belajar, tetapi salah satu sumber
belajar. Sumber belajar bagi peserta didik, di samping pendidik, juga bisa
berupa teman sejawat, buku, lingkungan, media massa, dan lain-lain. Peserta
didik didorong dan diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk berpikir, berbicara
dan berbuat sesuai dengan materi pelajaran yang diikutinya. Pendidik adalah
fasilitator pembelajaran, yang memfasilitasi belajar peserta didik untuk
mencapai kompetensi yang telah ditentukan, dengan berbagai strategi
pembelajaran yang tepat[3].
Mengajar adalah suatu aktivitas yang
melekat pada proses pembelajaran, khususnya dalam lingkup pendidikan formal.
Mengajar, adalah kata kunci yang sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah proses
pendidikan. Awalnya, pengajaran dikembangkan secara pasif, yakni guru
menerangkan, murid mendengarkan; guru mendiktekan, murid mencatat; guru
bertanya, murid menjawab; dan seterusnya. Model ini oleh Paulo Freire disebut
sebagai model deposito, dimana guru berperan sebagai deposan yang
mendepositokan pengetahuan serta
berbagai pengalamannya pada siswa, siswa hanya menerima, mencatat, dan menyimpan semua yang
disampaikan guru. Model ini oleh Muska Mosston, disebut juga dengan istilah
gaya komando, yang mengembangkan prinsip distribusi sebuah keputusan harus
dilakukan secara herarkis, dari atas ke bawah, dari guru pada siswa[4].
Kegiatan belajar merupakan kegiatan
untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan. Berhasil atau tidaknya
pencapaian tujuan sangat tergantung kepada bagaimana proses belajar
berlangsung. Setelah proses belajar berlangsung, maka diadakan evaluasi untuk
melihat hasil dari proses belajar. Hasil yang dicapai setelah melakukan proses
belajar disebut dengan prestasi belajar[5].
Untuk menyatakan bahwa suatu proses
belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan
masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun, untuk menyamakan persepsi
sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah
disempurnakan, antara lain “Suatu proses belajar mengajar mengajar tentang
suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan intruksional khusus
(TIK)-nya dapat tercapai”[6].
Untuk mengetahui tercapai tidaknya
TIK, guru perlu mengadakan tes formatif setiap selesei menyajikan satu bahasan
kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah
menguasai tujuan intruksional khusus (TIK) yang ingin dicapai. Fungsi penilaian
ini adalah untuk memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses
belajar mengajar dan melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum
berhasil.
Karena itulah, suatu proses belajar
mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila hasilnya
memenuhi tujuan intruksional khusus dari bahan tersebut.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Keberhasilan Belajar Mengajar
Para
ahli mengatakan bahwa keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor yang
bersumber dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) individu.
1. Faktor
internal meliputi keadaan fisik secara umum. Sedangkan psikologi meliputi
variabel kognitif termasuk di dalamnya adalah kemampuan khusus (bakat) dan
kemampuan umum (intelegensi). Variabel non kognitif adalah minat, motivasi, dan
variabel–variabel kepribadian.
2. Faktor
eksternal meliputi aspek fisik dan sosial. Aspek fisik terdiri dari kondisi
tempat belajar, sarana dan perlengkapan belajar, materi pelajaran dan kondisi
lingkungan belajar. Sedangkan aspek sosial adalah dukungan sosial dan pengaruh
budaya[7].
a.
Kegiatan
Pembelajaran
Pola
umum kegiatan adalah terjadinya interaksi antara guru dengan anak didik dengan
bahan sebagai perantaranya. Guru yang mengajar, anak didik yang belajar. Maka
guru adalah orang yang menciptakan lingkungan belajar bagi kepentingan belajar
anak didik. Anak didik adalah orang yang dibimbing kedalam lingkungan belajar
yang telah diciptakan oleh guru.
Dalam
kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang guru ambil akan menghasilkan
kegiatan anak didik yang brmacam-macam.. Guru yang menggunakan pendekatan
individual, misalnya berusaha memahami anak didik sebagai makhluk individual
dengan segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang menggunakan pendekatan
kelompok berusaha memahami anak didik sebagai makhluk sosial. Dari kedua
pendekatan tersebut lahirlah kegiatan belajar mengajar yang berlainan, dengan
tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama pula[8].
Strategi
penggunaan metode mengajar amat menentukan kualitas hasil belajar mengajar.
Hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode cramah tidak sama
dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode tanya jawab atau
metode diskusi[9].
Jarang
ditemukan guru hanya menggunakan satu metode dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar. Hal ini disebabkan rumusan tujuan yang guru buat tidak hanya
satu, tetapi bisa lebih dari dua rumusan tujuan. Itu berarti menghendaki
penggunaan metode mengajar harus lebih dari satu metode. Metode mengajar yang
satu untuk mencapai tujuan yang satu, sementra metode mengajar yang lain untuk
mencapai tujuan yang lain. Bermacam-macam penggunaan metode akan menghasilkan
hasil belajar mengajar yang berlainan kualitasnya.
Dengan
demikian kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru mempengaruhi keberhasilan
belajar mengajar.
b.
Bahan
Ajar
Bahan ajar merupakan materi
penting bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Tanpa bahan ajar,
tampaknya guru akan mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Pada prinsipnya, guru harus selalu menyiapkan bahan ajar dalam pelaksanaan
proses pembelajaran[10].
Pada umumnya, sumber bahan ajar
telah tersedia di perpustakaan atau diberbagai toko buku. Sumber bahan ajar
yang dikemas dalam bentuk buku teks pelajaran ditulis oleh para pakar dan
praktisi dari latar mata pelajaran atau bidang studi. Menulis sumber bahan ajar
seperti buku teks tidak boleh dilakukan sembarangan, tetapi harus mengikuti
kaidah penulisan bahan ajar yang standar. Oleh karena itu, tidak semua guru
mengetahui dan memahami bagaimana menulis atau menyusun buku tesk sebagai
sumber bahan ajar yang baik[11].
Bahan pembelajaran yang digunakan perlu didesain
secara khusus sehingga sesuai dengan karakteristik proses belajar dan
pembelajaran. Pengembangan bahan ajar dapat dilakukan dengan cara; pertama,
membuat atau menulis sendiri, ini merupakan pengembangan bahan ajar yang paling
ideal; kedua, memodifikasi atau kompilasi, yaitu menggunakan bahan ajar yang
telah ada namun dilakukan perubahan atau penambahan sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran; ketiga, mengadaptasi yaitu menggunakan sebagian atau secara utuh
dengan melengkapi panduan belajar dalam menggunakan bahan ajar yang telah ada[12].
Salah satu usaha untuk meningkatkan profesionalisme
guru adalah menulis bahan ajar dan buku teks pelajaran. Buku teks pelajaran
adalah sumber pembelajaran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Guru
mesti selektif dalam memilih buku yang layak dan berkualitas. Untuk memacu
kreativitas guru, dimungkinkan pula untuk menulis buku teks pelajaran.
c.
Evaluasi
Bahan
evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat didalam kurikulum yang sudah
dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan. Biasanya bahan pelajaran
itu sudah dikemas dalam bentuk buku paket untuk dikonsumsi oleh anak didik.
Setiap anak didik dan guru wajib mempunyai buku paket tersebut guna kepentingan
kegiatan belajar mengajar dikelas[13].
Bila
masa ulangan, semua bahan yang telah diprogramkan dan harus selesei dalam
jangka waktu tertentu dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan item-item soal
evaluasi. Gurulah yang membuatnya dengan perencanaanyang sistematis dan dengan
penggunaan alat evaluasi. Alat-alat evaluasi yang umumnya digunakan tidak hanya
benar-salah dan pilihan ganda, tapi juga menjodohkan, melengkapi dan essay.
Masing-masing
alat evaluasi itu mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Menyadari akan
hal itu, jarang ditemukan pembuatan item-item soal yang hanya menggunakan satu
alat evaluasi. Tetapi guru sudah menggabungkannya lebih dari satu alat evaluasi[14].
Pembuatan
item soal dengan memakai alat tes objektif dapat menampung hampir semua bahan
pelajaran yang sudah dipelajari oleh anak didik dalam satu semester, tapi
kelemahannya terletak pada penguasaa anak didik terhadap bahan pelajaran
bersifat semu, suatu penguasaan bahan pelajaran yang masih samar-samar. Jika
alternatif itu tidak dicantumkan, kemungkinan besar anak didik kurang mampu
memberikan jawaban yang tepat.
Pelaksanaan
evaluasi biasanya dilaksanakan didalam kelas. Semua anak didik dibagi menurut
kelas masing-masing. Kelas 1, 2 dan 3, dikumpulkan menurut tingkatan
masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak didik yang dikumpulkan didalam kelas
akan mempengaruhi suasana kelas. Sekaligus mempengaruhi suasana evaluasi yang
dilaksanakan. Sistem silang adalah tehnik lain dari kegiatan mengelompokkan
anak didik dalam rangka evaluasi. Sistem ini dimaksudkan untuk mendapatkan data
hasil evaluasi yang benar-benar objektif[15].
Sikap
yang merugikan pelaksanaan dari evaluasi dari seorang pengawas adalah
membiarkan anak didik melakukan hubungan kerja sama diantara anak didik.
Pengawas seolah-olah tidak mau tau apa yang dilakukan oleh anak didik selama
ulangan. Tidak peduli apakah anak didik mennyontek, membuka kertas kecil yang
berisi catatan yang diambil daribalik pakaian, atau membiarkan anak didik
bertanya jawab dalam upaya mendapatkan jawaban yang benar. Lebih merugikan lagi
adalah sikap pengawas yang dengan sengaja menyuruh anak didik membuka buku atau
catatan untuk mengatasi ketidakberdayaan anak didik dalam menjawab item-item
soal. Dengan dalih. Karena koreksiannya sistem silang, malu kebodohan anak
didik diketahui oleh sekolah lain.
Dampak
dikemudian hari dari sikap pengawas yang demikian itu, adalah mengakibatkan
anak didik kemungkinan besar malas belajar dan kurang memperhatikan penjelasan
guru ketika belajar mengajar berlangsung. Hal inilah yang seharusnya tidak
boleh terjadi pada diri anak didik. Inilah dampak yang merugikan terhadap
keberhasilan belajar mengajar.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
proses belajar
mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing
sejalan dengan filsafatnya. Namun, untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita
berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan,
antara lain “Suatu proses belajar mengajar mengajar tentang suatu bahan
pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan intruksional khusus (TIK)-nya
dapat tercapai”. Untuk mengetahui tercapai tidaknya TIK, guru perlu mengadakan
tes formatif setiap selesei menyajikan satu bahasan kepada siswa. Penilaian
formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan
intruksional khusus (TIK) yang ingin dicapai. Fungsi penilaian ini adalah untuk
memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar
mengajar dan melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil.
DAFTAR
PUSAKA
Abdurahmansyah, Ismail Sukardi, Nyayu Soraya., “Prestasi Belajar Mahasiswa
Program Studi PAI FITK UIN Raden Fatah Palembang Angkatan 2014 Dalam Mata Kuliah Bahasa Arab”. Tadrib. 2017. Vol.
III, No.1.
Ahmad Soleh, Pramono dan Suratno., “Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Keberhasilan Siswa Kelas 2 Tmo Smk Texmaco Semarang Pada Mata
Diklat Service Engine Dan
Komponen-Komponennya”. Jurnal PTM. 2009.
Vol. 09, NO. 2.
Ahmad Syarifuddin., “Penerapan Model
Pembelajaran Cooperative Belajar
Dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhinya”, Tadrib.2011. Vol.
XVI, No. 01.
Bahri Syaiful, Djamarah, , 2010, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta:
Rineka
Cipta.
Dediknas, 2008, “Panduan Pengembangan
Bahan Ajar”. Depdiknas Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasr Dan Menengah
Direktorat Pembinaan SMA. Jakarta.
Dediknas. 2008. “Panduan Pengembangan Bahan Ajar”. Depdiknas Direktorat
Jendral Manajemen Pendidikan Dasr Dan Menengah Direktorat Pembinaan SMA..
Jakarta.
Kusnad Edi i. 2008. Strategi Belajar
Mengajar, (STAIN METRO).
Mawardi., “Mengajar
Yang Membelajarkan”. Jurnal
Ilmiah Didaktika. 2012. Vol. XIII, No.
1.
Syaiful
Bahri Djamarah, 2010, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta.
[1]Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta:
Rineka Cipta, 2010. hal 105.
[2] Abdurahmansyah, Ismail Sukardi, Nyayu Soraya., “Prestasi
Belajar Mahasiswa Program Studi PAI FITK UIN Raden Fatah Palembang Angkatan
2014 Dalam Mata Kuliah Bahasa Arab”. Tadrib. 2017. Vol. III, No.1. hal.3.
[3] Ahmad Soleh, Pramono dan Suratno., “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Siswa Kelas 2 Tmo Smk
Texmaco Semarang Pada Mata Diklat Service
Engine Dan Komponen-Komponennya”. Jurnal PTM. 2009. Vol. 09, NO. 2, hal. 58.
[4]
Mawardi., “Mengajar Yang Membelajarkan”. Jurnal Ilmiah Didaktika. 2012.
Vol. XIII, No. 1, hal. 42.
[5] Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, ( Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), hal 106.
[6] Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010),
hal 106.
[7] Ahmad
Syarifuddin., “Penerapan Model
Pembelajaran Cooperative Belajar Dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya”,
Tadrib.2011. Vol. XVI, No. 01, hal. 131.
[8] Edi Kusnadi, Strategi
Belajar Mengajar, (STAIN METRO, 2005), hal. 104.
[10]Dediknas., “Panduan
Pengembangan Bahan Ajar”. Depdiknas Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan
Dasr Dan Menengah Direktorat Pembinaan SMA. 2008. Jakarta. hal. 2.
[11] Dediknas., “Panduan
Pengembangan Bahan Ajar”. Depdiknas Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan
Dasr Dan Menengah Direktorat Pembinaan SMA. 2008. Jakarta. hal. 2.
[12] Dediknas., “Panduan Pengembangan
Bahan Ajar”. Depdiknas Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasr Dan
Menengah Direktorat Pembinaan SMA. 2008. Jakarta. hal. 3.
[13] Elly Manizar., “Peran
Guru Sebagai Motivator Dalam Belajar”. Tadrib. 2015, Vol. 1, No 2,
hal. 173.
[14] Edi Kusnadi, Strategi Belajar Mengajar, (STAIN METRO,
2005), hal. 104.
[15] Syaiful Bahri Djamarah, Strategi
Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), hal 117.
No comments:
Post a Comment